Sesuai dengan judulnya, PHP for PHP itu adalah gue. ”Penerima Harapan Palsu untuk Pemberi Harapan Palsu”. Sebagai Don Juan, gue juga pernah diberi harapan palsu kali. Lo kira cuma gigi aja yang bisa dipalsuin? Don Juan juga manusia. Pasti pernah membuat salah walau dia melakukan kesalahannya dengan wajah ganteng.
“Sepandai-pandai hati melompat, pasti
rela untuk jatuh di kamu juga.”
Apakah ini bidadari dari khayangan yang turun
sebentar untuk membeli es buah?
Ataukah ini bidadari dari khayangan yang turun
untuk sekedar membeli batagor?
Oke lupakan.
“Dhis.”
“Apaan?”
“Lo kenal sama cewek yang tadi duduk dua bangku
setelah gue?”
“Kenal, kenapa?”
“Oh iya, tadi dia titip salam buat lo.”
“Serius, lo?!”
“Iya..”
Seketika dunia berhenti berotasi.
Iya, seketika.
Dafuq just i hear, ternyata memang benar. “Tuhan
bersama orang-orang ganteng pada saat tes.”
Sambil rebana, eh rebahan, gue langsung
terbayang wajahnya yang samar-samar.
Melamun sejenak.
#pret!
Miris.
Ketika kau berpaling dan dia tersenyum padamu, akan ada dua rasa yang timbul.
Yakali.
Pfft..
Apalah ini..
“Di saat kita bersama orang yang kita cintai, selalu ada pihak ketiga. Yaitu, aku kamu dan chemistry..” –DonJuanArts-
Whaat? Itu gak masuk kategori para bidadari-bidadari.. itu film action..
Tumben ada bidadari yang mau nonton film action.
Semua adalah perih dalam perihal cinta.
Apalagi ada perih dalam perihal cinta yang tak terbalaskan.
Semua akan sakit. Pada waktunya.
Mungkin.
Atau gue yang terlalu cepat menaruh hati padanya.
“Iya, emang ada yang salah?” Devia heran.
“Enggak sih, cuman… “
“Cuman apa ?” Devia heran kuadrat.
“Cuman..”
“Cuman apaaaaaaaalagiiii, hih.” Devia berada di puncak keheranan tertinggi.
Sebelum entarnya jadi Giring, gue jawab aja, “cuman.. aku takut.. filmnya kan ngeri……”
Pfft.
Oke-oke, itu memalukan.
“Kamu cowok bukan, sih??!!” Seketika rambutnya jadi kribo.
Yak, dia berubah jadi Giring. Lalu poni gue memanjang, dan berubah jadi Andika.
Lalu kami naik ke atas panggung dan menjadi duet maut. Benar-benar-maut.
Tamat.
“Oke!” jawabnya dengan mantap dan penuh kepastian.
Ya, cuma jawabannya yang penuh kepastian. Tapi kelanjutan hubungan ini tak kunjung mendapat kepastian.
Persoalan pun selesai. Kami memutuskan untuk menonton film Ghost Rider. Masih ada waktu 30 menit sebelum film di mulai. Gue pun nggak melewatkan kesempatan ini..
This time. Will be repeat again if you can catch her heart now.
“Masih 30 menit nih, kamu mau kita nunggu dimana, Dev?” Gue basa-basi.
“Di situ aja.” Jawabnya sambil menunjuk bangku yang di sediakan di XXI tersebut.
“Oke deh.”
Gue pun berjalan ke arah bangku tersebut dengannya. Dan setelah ini, ada sebuah kejadian yang bakalan menyentuh sanubari kalian, wahai pembaca yang budiman.
“ Mau buat gue tambah jatuh hati lagi di kamu?! Iya, jadi bener begitu?!? Maumu apasih!?! Hih.” Kalau yang ini beneran suara gue.
Saat jemarinya terbelenggu satu dengan jemari gue,semuanya jadi bergerak melambat. Bahkan bumi berotasi berlawanan arah. Matahari timbul dari ufuk barat ke ufuk timur. Muncul imam mahdi. Langit membelah, tiga kali gempa bumi. Terlahirnya Dajjal. Dan… oke, itu kiamat.
Semua menjadi slow motion. Mungkin agak berlebihan. Tapi ketika lo jatuh cinta, semua akan terasa berlebihan. Termasuk sakit yang berlebihan karena bertepuk sebelah tangan setelahnya.
Ihik.
Kami pun duduk di bangku tersebut. Gue bingung, mesti ngapain kalau udah begini.
Kami saling berdiaman satu sama lain.
Feel so awkward.
Tiba-tiba dia memecahkan suasana awkward dengan kekuatan jajang reincarnation. Dia ngeluarin iPod nya dan mulai memainkan game jungle-run.
“Liat deh, aku jago loh kalo main ini!” seraya Devia memamerkan keahliannya.
“Hehe.. suka ya main itu?”
“Iya.. aku emang suka main game. Hehe”
Dalam hati gue. “Ini bidadari suka main game apa lagi yaa.. Kayaknya dia cocok sama gue. Belum tau dia siapa gamer sebenarnya .”
“You’re a gamer? Nice to meet you. Bitch pleasee.. I’m a coach.” (--,)
Dan dia membiarkan saja.
Mungkin ini adalah tempat berlabuh gue.
Sambil menatap wajahnya, dengan nekat gue cium mesra rambutnya.
Dan..
Tanpa di sengaja chemistry mulai menyelimuti kami. Memeluk erat. Dan mengkabutkan perasaan. Yang kami sebut itu, cinta..
Kami pun masuk ke dalam studio dan setelah di dalam, mbak-mbak cantik XXI yang ada sayap di punggunya itu, memberikan kacamata 3D.
What?
3D?
Perasaan tadi nggak beli yang 3D deh. Gue cek lagi tiketnya, dan emang 3D. Damn! Pantesan aja mahal. Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara yang merintih, meraung, dan melenguh. Dan ternyata... itu suara dompet gue.
*elus-elus dompet*
Mungkin ini yang namanya dibutakan oleh cinta. Sampe-sampe judul film jadi nggak kelihatan. Kalau kata perihbahasa, “Semut di ujung lautan terlihat, tiket 3D di kelopak mata tak terlihat.”
Devia telah telah berhasil mengalihkan pandangan gue.
Rada bingung ini film Ghost Rider apanya yang di 3D-in. “Apa jangan-jangan entar pas tokoh utamanya berubah jadi Ghost Rider, apinya keluar terus membakar seisi studio?” Gue panik.
“Atau bakalan keluar Titi DJ, Ruth Sahanaya dan Krisdayanti?” Iya iya, walau sesama 3D, 3 Diva bukanlah sebuah film action.
Krik.
Ternyata dia lagi asik menyaksikan film. Gue memberanikan diri lagi menggenggam tangannya, dan.. dia reflek mendaratkan kepalanya di lantai. Err.. maksudnya di bahu gue. Mungkin dia nyaman dekat dengan gue, feel pun mucul dengan perlahan. Dia pun semakin menggenggam erat tangan gue. Damn! Chemistry lagi-lagi menyelimuti. Gue tatap wajahnya dalam, dan dia pun melakukan hal yang sama. Kali ini kami benar-benar tersesat dalam tatapan.
Genggamannya semakin erat dan sambil menatap, dia bilang…
Ternyata dia lagi asik menyaksikan film. Gue memberanikan diri lagi menggenggam tangannya, dan.. dia reflek mendaratkan kepalanya di lantai. Err.. maksudnya di bahu gue. Mungkin dia nyaman dekat dengan gue, feel pun mucul dengan perlahan. Dia pun semakin menggenggam erat tangan gue. Damn! Chemistry lagi-lagi menyelimuti. Gue tatap wajahnya dalam, dan dia pun melakukan hal yang sama. Kali ini kami benar-benar tersesat dalam tatapan.
Genggamannya semakin erat dan sambil menatap, dia bilang…
“….”
Semua hening. Studio 1,2, 3, 4, dan 5 hening. Filmnya ke-mute sendiri.
Pokoknya hening.
Semuanya berantakan.
Romantisme yang gue bangun sedari awal bertemu, pupus sudah.
“Umm, sorry.. kenapa gak ke WC aja, Dev?” Tanya gue dengan muka-muka pupus harapan.
“Entaran aja deh.. masih bisa di tahan kok.. hehe..”
Selain cantik, kelebihan lain dari si Devia adalah.. garing.
Pfft.
------
“Oke deh, mau aku anterin sampe depan gang, sampe depan rumah, apa sampe KUA?” Tanya gue ganteng.
“Nggak perlu kok. Aku sendiri aja.. hehe..”
“Oke deh, hati-hati ya Dev. Dunia luar kehidupannya keras. Semoga kamu gak kenapa-kenapa di luar”
Krik.
“Hehehe, Iya iya.. daaah..”
Devia pamit pulang dan menyalim tangan gue. Ini dia yang buat gue luluh. Buat harapan semakin besar. Yang gue gak tahu ternyata harapan palsu.
Yup. Emang begitulah cinta. Kita buat harapan sebesar-besarnya, tanpa mengingat perkara palsunya.
Sesampainya di asrama, gue masih memikirkan dia. Semuanya terkenang. Daripada gue galau berjamaah, gue sms aja dia. Tapi, adrenaline gue gak cukup untuk melakukan ini, jadi kita sepakat untuk memilih jalan tengah dengan nomention. Yak, twitter.
“TFT.. Thanks for today..”
Dengan labilnya gue menuliskan kalau gue berterima kasih sekali sama Devia karena udah buat hati gue dikabutkan sama chemistry hari ini. Iya, walau..
Nggak ada respon.
Kondisi gue mulai mengkhawatirkan.
Gue sms dia, gak di bales. Gue telfon, gak di angkat.
Gue seperti menggelandang di depan pintu harapan yang nggak kunjung dibuka.
Suasana pun berkabung. Siang jadi malam. Malam jadi kelam. Air sungai surut. Harga bahan bakar naik. Presiden di demo. Dan Indonesia terpecah menjadi pulau-pulau.
Ah, sudahlah.
Selalu ada perih dalam perihal cinta.
Selain itu, gue dapat info kalau dia emang player yang pro. Banyak yang mengatakan dia adalah seorang heartbreaker. Tapi gue gak setuju. Soalnya itu hak dia. Dia ibarat pelabuhan yang bebas menetukan kapal-kapal mana yang boleh berlabuh di sana. Gak masalah dia heartbreaker atau bukan, yang jelas dia udah menggoreskan beberapa tulisan indah di kenangan gue.
She’s very nice.
Walaupun dia gak makan so nais, sih.
Mungkin ini belum saatnya kapal gue untuk berlabuh.
Tamat.