XtGem Forum catalog
Php for Php
Php for Php

 

Sesuai dengan judulnya, PHP for PHP itu adalah gue. ”Penerima Harapan Palsu untuk Pemberi Harapan Palsu”. Sebagai Don Juan, gue juga pernah diberi harapan palsu kali. Lo kira cuma gigi aja yang bisa dipalsuin? Don Juan juga manusia. Pasti pernah membuat salah walau dia melakukan kesalahannya dengan wajah ganteng.


 Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga.


 “Sepandai-pandai hati melompat, pasti rela untuk jatuh di kamu juga.”


Oke, semua berawal dari pertemuan yang singkat.  Waktu itu gue mengikuti tes TOEFL di sebuah kota di Samarinda. Iya, gue emang ganteng. Udah ganteng, hebat bahasa inggris pula. 

Yang mau nimpukin gue mana suaranyaaaa?!?!

Sebelum pergi ke tempat tes, gue udah berpikir untuk lebih ganteng dari hari kemarin. Barangkali ada bidadari yang haus, terus turun untuk beli es buah bentar, lalu ketemu gue dan bilang “kamu mau ikut ke khayangan?”

Balik ke cerita, tes dimulai pada pagi hingga sore hari. Pertama datang ke ruangan tes, gue pun langsung duduk. Nggak ada satupun yang bisa menarik perhatian. Dan saat tes berlangsung,holyshit, dua  bangku setelah gue ada satu bidadari yang memiliki kekuatanmiss Indonesiasehingga membuat pandangan gue tertuju padanya.


Apakah ini bidadari dari khayangan yang turun sebentar untuk membeli es buah?



Ataukah ini bidadari dari khayangan yang turun untuk sekedar membeli batagor?



Oke lupakan.


Sepulang dari tes tersebut, gue pun langsung terbayang oleh wajahnya. Ya,you-know-lahgimana rasanya habis ketemu bidadari. Ternyata, dia itu kenal sama temen gue. Namanya Yudhis. Tanpa pikir panjang gue langsung nanyain si Yudhis.


“Dhis.”



“Apaan?”



“Lo kenal sama cewek yang tadi duduk dua bangku setelah gue?”



“Kenal, kenapa?”


“Emm, eumm, itu..”


“Oh iya, tadi dia titip salam buat lo.”



“Serius, lo?!”



“Iya..”



“…………”


Seketika dunia berhenti berotasi. 



Iya, seketika.



Dafuq just i hear, ternyata memang benar. “Tuhan bersama orang-orang ganteng pada saat tes.”  



Sambil rebana, eh rebahan, gue langsung terbayang wajahnya yang samar-samar. 


Menghela nafas.


Melamun sejenak.


Beberapa hari kemudian, gue udah tau namanya plus nomer hape-nya. Lha, tau darimana? Ya kayak sinetron gitu deh. Di sinetron-sinetron kan habis nikah, belum sempetgrepe-grepe, eh tau-tau besoknya si cewek udah hamil aja. Jadi jangan kaget kalau tiba-tiba gue udah punya nomor hape-nya.

Gue pun bertekad untuk mencobanya. Skill Don Juan gue harus keluar.Oke, nama bidadari tersebut adalah, (kita samarkan) Devia. Sebenernya itu nama asli. Namanya aja gak mampu gue samarkan, apa lagi perasaan gue ke dia.

#pret!


Pernah nonton film Snow White? Ya, bagi gue dialah Kristen Stewart-nya. Entah dari bibirnya, matanya, kulitnya, gue meyakini kalau Snow White itu gak cuma tokoh fiksi dalam cerita. Dia tokoh fiksi yang patut dicinta. Sepintas gue berpikir kalau gue cocok dengannya. Ya kalau dalamTwilightsih, gue Edward Cullen-nya. Tapi gue bukannya jadi Edward Cullen, malah jadi Edward Cullun.

Miris.


Beberapa hari kemudian gue memberanikan diri mengajaknya jalan via SMS. Entah ada angin apa, Tuhan kali ini sependapat dengan gue.

Yak, dia mau..

Kita janjian di sebuah mall di Samarinda. Rencananya gue mau ngajak dia nonton. Awalnya ada rencana ngajak dia nonton layar tancep di kampung sebelah. Kalau diibaratin nih ya, hati gue adalah layar tancep dan dia adalah film yang diputer di layar tancep gue. Karena gue takut disangka ngegombal nantinya, ya akhirnya gue ajak aja dia ke XXI.

Pfft.

Sesampainya di mall, gue SMS dia.

“Dev, udah dimana?”

“Masih di rumah ni.”

“Masih lama? aku udah nyampe nih.“

“Iya, bentar aku kesana..“

“Oke.”

Ya, ngerti aja kan ‘bentar’-nya para bidadari. Itu bisa buat nungguin si Jajang mati karena udah nggak percaya lagi sama cinta, lalu bangkit lagi jadiThe Jajang Evil 5 Retribution. Dan itu juga masih sempet nunggu filmThe Amazing Spiderman 10keluar. Yang main cucunya Andrew Garfield.

Krik.

Karena nyampe duluan, gue bingung mesti ngapain. Kemudian suatu hal yang mengagetkan terjadi. Tiba-tiba perut gue rada bermasalah.  Tumben-tumbenan sih gue punya masalah sama perut. Kalau pun ada, pasti kami selesaikan baik-baik.

Lalu gue melakukan pembicaraan singkat dengan penunggu perut untuk bernegosiasi matang-matang. Ya, dengan cacing di perut. Katanya dia lapar. Sebelum nantinya dia berevolusi menjadi naga, gue harus menuruti permintaannya.

Sesampainya di tempat makan, gue jadi kepikiran dia bakal ngerespon gue apa nggak. Belum lama gue berpikir, hape gue yang geternya setara geter bajaj, berbunyi. Setelah dicek,  ternyata itu SMS dari Devia.

Aku udah di parkiran nih, kamu tunggu aku di lantai 5 ya.”

“Oke, aku ke lantai 5.”SMS balasan dari gue.

Gue pun langsung melesat meninggalkan tempat makan tadi dengan piring gue yang masih utuh dengan nasi dan dagingnya. Gue telah ingkar janji dengan sang cacing, kelak dia akan menjadi seekor naga yang sholeh.

Di eskalator, layaknya orang menyeberang jalan, gue menoleh kanan-kiri mencari dimana si Devia. Setelah sampai di lantai 5, tiba-tiba telinga gue seperti menangkap suara dari surga.

 “kamu.. Don?. “ 

Gue pun langsung menoleh dan..

 

Ketika kau berpaling dan dia tersenyum padamu, akan ada dua rasa yang timbul.

Rasa ingin memiliki,

Atau ingin menyayangi,

Ah, entahlah.

Yang gue tau..

Cinta akan datang dengan tiba-tiba, karena mereka selalu mencari sesuatu untuk dirasa, bukan untuk dicoba.”

“Kamu.. Don?”

Gue pun langsung menoleh dan…

“Emm, Devia?”

“Iya…” dia menjawab dengan muka yang pedekate-able.

“Baru nyampe?”

“Ho’oh..”

“Eumm sorry, Sayap kamu disimpen di mana?”

“Eh, apa?” Devia pura-pura budek.

“Eh,nggak kok..”

“Kamu udah lama Don, disini?”

“I-iya, lumayan lah.. tapi gaji disini di bawah standar gitu.”

“Hah, kamu kerja disini?!”

“Eh? Kamu nanya apasih?” gue bingung.

“Kamu udah lama nungguin aku disini?”

“Oh nggak kok, baru sebentar, separuh usia..”  Gue ngeles-ngeles ganteng.

Hampir aja gue ketahuan kerja disini.. Iya.. Kerja gue nungguin bidadari-bidadari yang turun untuk beli es buah.

“Eumm okey,  sekarang kita kemana?” Tanya Devia.

“Ke pelaminan sekarang boleh? Errr, umm, maksudku ke tempat makan aja dulu.. hehe.” Gue ngeles lebih ganteng dari yang tadi.

Pesona bidadari rejected ini membuat gue terbata-bata.

“Oke deh..” Devia mengangguk.

Kita pun turun pake escalator. Karena gue rada idiot, gue turunnya sambil gangnam..

Yakali.

Sesampainya di tempat makan. Dia pun duduk. Gue masih nge-gangnam. 

Pfft..

“Kamu mau pesan apa?” Tanya gue sambil senyum-senyum kelaparan.

“Eumm.. Aku gak makan deh, Don.”

“Lho, kenapa? Ntar kamu atit sakit lohh.” Gue mencoba ngasi perhatian yang mainstream.

Tapi menurut gue gak ada kata mainstream soal cinta. Pret!

“Aku udah makan tadi di yumah rumah, Don.” Jawab Devia yang sepertinya juga mengalami salah pergaulan.

“Oh, yaudah, pesan minuman aja deh kamu..” Gue ngasi harapan seolah-olah gue yang bayarin.

“Iya..”

Dia pun beranjak, dan gue pun terinjak. Iya. Terinjak-injak pesonanya.

Gue nggak habis pikir, mimpi apa tadi semalem sampe bisa ketemuan sama bidadari yang disuruh turun dari khayangan. Mungkin yang lain iri karena kecantikannya. Atau mungkin bidadari lain iri karena dia lagi ketemuan sama gue.

Ini sebuah persoalan.

Capek juga jadi orang ganteng. Huft.. *ngelap keringat* *pake kanebo*

Seketika Devia datang kemudian terheran-heran ngeliat gue yang lagi sibuk meres kanebo.

Dia seperti memecah khayalan, masul ke dalam akal gue yang gak masuk akal.

Apalah ini..

 Kami pun berbincang hangat. Membangun chemistry di antara kami,  Membiarkan diri kami tersesat dalam tatapan.

“Ketika kita merelakan diri untuk saling tersesat dalam tatapan, diam-diam kita sedang berencana jatuh cinta.” -DonJuanArts-

“Di saat kita bersama orang yang kita cintai, selalu ada pihak ketiga. Yaitu, aku kamu dan chemistry..” –DonJuanArts-

Kami begitu dekat. Kami begitu hangat. Siang pun tersindir akan kehangatan kami, Sang Malam pun merasa minder untuk mendinginkan kami. Mungkin kami tercipta untuk saling menghangatkan satu sama lain, dan meneduhkan satu sama lain..

“Cinta itu ketika siang begitu panas, mereka saling meneduhkan, ketika malam begitu dingin, mereka saling menghangatkan.”

Setelah membangun chemistry di antara kami, gue pun melihat jam dan pukul menunjukan 15:00, gue pun mengajak Bevia beranjak dari tempat makan.

“Dev, udah jam 3 nih.. kita nonton, yuk?”

“Yuk.. udah sore juga nih.”

Kami pun beranjak dari tempat makan ke XXI.

Sesampainya di XXI, gue bingung, mesti bawa dia nonton apaan. Mau dibawa nonton romantis, entar gue dibilang melankolis. Mau dibawa nonton kartun, entar gue dibilang kayak anak kecil. Mau dibawa nonton bokep, entar terjadi hal-hal yang tidak diinginkan..

Mesti dibawa nonton apa bidadari ini?? lagi lagi ini sebuah persoalan.

Gue galau.

Daripada gue galau sendirian, gue ajak aja dia galau sekalian.

“Eummm, ngomong-ngomong kamu mau nonton apa?

“Yaah, aku juga nggak tau..”

Yes, dia juga galau.

“Gimana kalo kita nonton Ghost Rider aja?!”

Whaat? Itu gak masuk kategori para bidadari-bidadari.. itu film action..  

Tumben ada bidadari yang mau nonton film action.

bidadari seperti apakah dirimu?

tipe mu membingungkan.

Sejenak aku melihat kesejukan,

pelan di sudut keramaian..



 

Semua adalah perih dalam perihal cinta.

Apalagi ada perih dalam perihal cinta yang tak terbalaskan.

Semua akan sakit. Pada waktunya.

Yak. Devia memang tipe yang menurut gue cukup membingungkan. Dia gak ada dalam daftar kategori bidadari yang gue pikirkan. Entah dia senangnya sama apa. Bencinya sama apa. Dan that’s all yang buat gue penasaran , tanpa di sengaja hati ini melihat mercusuar untuk berlabuh.

Mungkin.

Atau gue yang terlalu cepat menaruh hati padanya.

“Kadang, cinta terlalu cepat untuk dijatuhkan, dan sering terlalu lambat untuk diselamatkan.”

“Kamu serius mau nonton Ghost Rider ??” Tanya gue ganteng.

“Iya, emang ada yang salah?” Devia heran.

“Enggak sih, cuman… “

“Cuman apa ?” Devia heran kuadrat.

“Cuman..”

“Cuman apaaaaaaaalagiiii, hih.” Devia berada di puncak keheranan tertinggi.

Sebelum entarnya jadi Giring, gue jawab aja,  “cuman.. aku takut.. filmnya kan ngeri……”

Pfft.

Oke-oke, itu memalukan.

“Kamu cowok bukan, sih??!!” Seketika rambutnya jadi kribo.

Yak, dia berubah jadi Giring. Lalu poni gue memanjang, dan berubah jadi Andika.

Lalu kami naik ke atas panggung  dan menjadi duet maut. Benar-benar-maut.

Tamat.

“Oke deh, kita nonton Ghost Rider..”

“Oke!” jawabnya dengan mantap dan penuh kepastian.

Ya, cuma jawabannya yang penuh kepastian. Tapi  kelanjutan hubungan ini tak kunjung mendapat kepastian.

Persoalan pun selesai. Kami memutuskan untuk menonton film Ghost Rider. Masih ada waktu 30 menit sebelum film di mulai. Gue pun nggak melewatkan kesempatan ini..

This time. Will be repeat again if you can catch her heart now.

“Masih 30 menit nih, kamu mau kita nunggu dimana, Dev?” Gue basa-basi.

“Di situ aja.” Jawabnya sambil menunjuk bangku yang di sediakan di XXI tersebut.

“Oke deh.”

Gue pun berjalan ke arah bangku tersebut dengannya. Dan setelah ini, ada sebuah kejadian yang bakalan menyentuh sanubari kalian, wahai pembaca yang budiman.

Ya, dia menggandeng tangan gue.

“What are you doing, Devia?” Oke, itu suara hati kecil gue.

“ Mau buat gue tambah jatuh hati lagi di kamu?! Iya, jadi bener begitu?!? Maumu apasih!?! Hih.” Kalau yang ini beneran suara gue.

Saat jemarinya terbelenggu satu dengan jemari gue,semuanya jadi bergerak melambat. Bahkan bumi berotasi berlawanan arah. Matahari timbul dari ufuk barat ke ufuk timur. Muncul imam mahdi. Langit membelah, tiga kali gempa bumi. Terlahirnya Dajjal. Dan… oke, itu kiamat.

Semua menjadi  slow motion. Mungkin agak berlebihan. Tapi ketika lo jatuh cinta, semua akan terasa berlebihan. Termasuk sakit yang berlebihan karena bertepuk sebelah tangan setelahnya.

Ihik.

Kami pun duduk di bangku tersebut. Gue bingung, mesti ngapain kalau udah begini.

Kami saling berdiaman satu sama lain.

Feel so awkward.

Tiba-tiba dia memecahkan suasana awkward dengan kekuatan jajang reincarnation. Dia ngeluarin iPod nya dan mulai memainkan game jungle-run.

“Liat deh, aku jago loh kalo main ini!” seraya Devia memamerkan keahliannya.

“Hehe.. suka ya main itu?”

“Iya.. aku emang suka main game. Hehe”

Dalam hati gue. “Ini bidadari suka main game apa lagi yaa.. Kayaknya dia cocok sama gue. Belum tau dia siapa gamer sebenarnya .”

“You’re a gamer? Nice to meet you. Bitch pleasee.. I’m a coach.” (--,)

Selagi dia asik main, gue berusaha mengakrabkan diri. Dengan bermodal nekat, ya dengan bermodal tampang juga sih, gue rangkul bahunya.

Dan dia membiarkan saja.

Mungkin ini adalah tempat berlabuh gue.

Sambil menatap wajahnya,  dengan nekat gue cium mesra rambutnya.

Dan..

Tanpa di sengaja chemistry mulai menyelimuti kami. Memeluk erat. Dan mengkabutkan perasaan. Yang kami sebut itu, cinta..

Belum selesai kami membiarkan diri kami tersesat dalam chemistry, tiba-tiba waktu sudah telah menegur kami untuk masuk ke dalam studio.. Ya, film sebentar lagi dimulai.

Kami pun masuk ke dalam studio dan setelah di dalam, mbak-mbak cantik XXI yang ada sayap di punggunya itu, memberikan kacamata 3D.

What?

3D?

Perasaan tadi nggak beli yang 3D deh. Gue cek lagi tiketnya, dan emang 3D. Damn! Pantesan aja mahal. Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara yang merintih, meraung, dan melenguh.  Dan ternyata... itu suara dompet gue.

*elus-elus dompet*

Mungkin ini yang namanya dibutakan oleh cinta. Sampe-sampe judul film jadi nggak kelihatan. Kalau kata perihbahasa, “Semut di ujung lautan terlihat, tiket 3D di kelopak mata tak terlihat.”

Devia telah telah berhasil mengalihkan pandangan gue.

Rada bingung ini film Ghost Rider apanya yang di 3D-in. “Apa jangan-jangan entar pas tokoh utamanya berubah jadi Ghost Rider, apinya keluar terus membakar seisi studio?” Gue panik.

“Atau bakalan keluar Titi DJ, Ruth Sahanaya dan Krisdayanti?” Iya iya, walau sesama 3D, 3 Diva bukanlah sebuah film action.

Oke, film pun dimulai. Karena gue anak soleh, gue duduknya duduk di antara dua sujud. Bahkan gue sempet beberapa kali tertangkap basah duduk tahyat akhir.

Krik.

Ini film gak jelas banget awalnya. Karena bosen, gue fokus ke Devia aja.

Ternyata dia lagi asik menyaksikan film. Gue memberanikan diri lagi menggenggam tangannya, dan.. dia reflek mendaratkan kepalanya di lantai. Err.. maksudnya di bahu gue. Mungkin dia nyaman dekat dengan gue, feel pun mucul dengan perlahan. Dia pun semakin menggenggam erat tangan gue. Damn! Chemistry lagi-lagi menyelimuti. Gue tatap wajahnya dalam, dan dia pun melakukan hal yang sama. Kali ini kami benar-benar tersesat dalam tatapan.

Genggamannya semakin erat dan sambil menatap, dia bilang…


 

Ternyata dia lagi asik menyaksikan film. Gue memberanikan diri lagi menggenggam tangannya, dan.. dia reflek mendaratkan kepalanya di lantai. Err.. maksudnya di bahu gue. Mungkin dia nyaman dekat dengan gue, feel  pun mucul dengan perlahan. Dia pun semakin menggenggam erat tangan gue. Damn! Chemistry lagi-lagi menyelimuti. Gue tatap wajahnya dalam, dan dia pun melakukan hal yang sama. Kali ini kami benar-benar tersesat dalam tatapan.

Genggamannya semakin erat dan sambil menatap, dia bilang…

“Aku pengen pipis..”

“….”

Semua hening.  Studio 1,2, 3, 4, dan 5 hening. Filmnya ke-mute sendiri.

Pokoknya hening.

Semuanya  berantakan.

Romantisme yang gue bangun sedari awal bertemu, pupus sudah.

“Umm, sorry..  kenapa gak ke WC aja, Dev?” Tanya gue dengan muka-muka pupus harapan.

“Entaran aja deh.. masih bisa di tahan kok.. hehe..”

Selain cantik, kelebihan lain dari si Devia adalah.. garing.

Pfft.

------

Film pun telah habis di putar, dengan badan yang agak remuk redam karena kelamaan duduk, kami pun keluar studio, dan ternyata di luar udah mulai gelap. Harapan hati ini pun gelap.

“Eh udah malem nih, aku pulang duluan ya.. soalnya udah di cariin sama papah aku..” kata Devia.

“Oke deh, mau aku anterin sampe depan gang, sampe depan rumah, apa sampe KUA?” Tanya gue ganteng.

“Nggak perlu kok. Aku sendiri aja.. hehe..”

“Oke deh, hati-hati ya Dev. Dunia luar kehidupannya keras. Semoga kamu gak kenapa-kenapa di luar”

Krik.

“Hehehe, Iya iya.. daaah..”

Devia pamit pulang dan menyalim tangan gue. Ini dia yang buat gue luluh. Buat harapan semakin besar. Yang gue gak tahu ternyata harapan palsu.

Yup. Emang begitulah cinta. Kita buat harapan sebesar-besarnya, tanpa mengingat perkara palsunya.

“Karena cinta diawali tanpa harus tahu darimana  berawal, dan diakhiri tanpa tahu darimana akan berakhir.” –Don Juan.

Gue pun pulang dengan bahagia. Sebagai Don Juan, ketika pulang berjalan setelah jihad, daun-daun rela berguguran ketika dia melewatinya. Semoga semua tidak sia-sia.

Sesampainya di asrama, gue masih memikirkan dia. Semuanya terkenang. Daripada gue galau berjamaah, gue sms aja dia. Tapi, adrenaline gue gak cukup untuk melakukan ini, jadi kita sepakat untuk memilih jalan tengah dengan nomention. Yak, twitter.

“TFT.. Thanks for today..”

Dengan labilnya gue menuliskan kalau gue berterima kasih sekali sama Devia karena udah buat hati gue dikabutkan sama chemistry hari ini. Iya, walau..

Nggak ada respon.

Kondisi gue mulai mengkhawatirkan.

Gue sms dia, gak di bales. Gue telfon, gak di angkat.

Gue seperti menggelandang di depan pintu harapan yang nggak kunjung dibuka.

Beberapa hari berselang,  malah berita duka yang gue dapat. Temen gue bilang, katanya,  Devia ilfil sama gue. Nggak lama kemudian, ucapan berduka cita pun masuk membanjiri inbox hape gue.

Suasana pun berkabung. Siang jadi malam. Malam jadi kelam. Air sungai surut. Harga bahan bakar naik. Presiden di demo. Dan Indonesia terpecah menjadi pulau-pulau.

Hancur sudah semuanya.    

Entah apa langkah yang salah dari PDKT gue kali ini. Atau mungkin perihal terlalu cepat menjatuhkan hati ini ke hati yang lain? Kapal karam sebelum berlabuh. Gue di tolak sebelum menembak. Gue hancur sebelum mencinta.

Ah, sudahlah.

Selalu ada perih dalam perihal cinta.

Selain itu, gue dapat info kalau dia emang player yang pro. Banyak yang mengatakan dia adalah seorang heartbreaker. Tapi gue gak setuju. Soalnya itu hak dia. Dia ibarat pelabuhan yang bebas menetukan kapal-kapal mana yang boleh berlabuh di sana. Gak masalah dia heartbreaker atau bukan, yang jelas dia udah menggoreskan beberapa tulisan indah di kenangan gue.

She’s very nice.

Walaupun dia gak makan so nais, sih.

Mungkin ini belum saatnya kapal gue untuk berlabuh.

“Jika cinta adalah sebuah lautan, mungkin itu adalah alasan kenapa sampai saat ini aku tidak berlabuh.”

Dan dari semua itu gue tahu satu hal lagi tentang cinta.

“Cinta adalah ketika kau terluka, mengenang dan merindukan. Tetapi yang kau cintai tidak merasakan hal yang sama.”

Cerita lucu yang menyedihkan ini,

Tamat.

Dari lelaki yang cintanya juga pernah kandas di persimpangan jalan, @irfannyhanif.



(from theplayboytalks.blogspot.com)